Translate

Sepakbola Yang Menyedihkan

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara bahkan dunia, jika ditinjau dari timur ke barat, dari utara ke selatan. Negara yang luas ini terdiri dari darat dan lautan dengan jumlah pulau lebih dari 17.000. Bahkan saking banyaknya pulau yang dimiliki, masih banyak diantaranya yang belum diberi nama. Banyak pula diantara pulau-pulau itu yang kosong tidak berpenghuni.

Selain luas wilayahnya yang besar, Indonesia juga memiliki jumlah penduduk nomor empat terbesar di dunia, dengan populasi lebih dari 240 juta jiwa. Sehingga tidaklah heran jika negara-negara industri maju menjadikan Indonesia sebagai target pemasaran produk aneka barang dan jasa. Hasil tambang di berbagai wilayah di Indonesia juga menggoda para investor dari luar negeri untuk ikut mendapat keuntungan di negara ini. Jadi mestinya hidup di Indonesia ini harus menyenangkan dengan segala sumber daya alam yang melimpah.

Seperti penduduk di berbagai negara di belahan dunia yang lain, maka rakyat Indonesia juga menggemari olahraga sepakbola. Ini dibuktikan dengan banyaknya klub-klub sepakbola yang sudah berdiri jauh sebelum kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Beberapa diantara klub yang lahir sebelum kemerdekaan itu seperti Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, Persib Bandung dan PSM Makassar.

Di era tahun 50an sampai 80an banyak pemain nasional Indonesia yang muncul dari klub-klub utama tadi. Mereka sudah bermain sampai ke luar negeri dengan membawa nama besar Indonesia di berbagai ajang pertandingan sepakbola internasional. Tentu ini membanggakan bagi setiap rakyat Indonesia, jika putra-putra mereka berprestasi di luar negeri sehingga dapat mengharumkan nama bangsa.

Akan tetapi bertahun-tahun setelah era masa berprestasi sepakbola Indonesia itu, hari ini rakyat justeru disuguhi oleh perseteruan dua kubu yang sama-sama mengaku sebagai pengurus wadah sepakbola Indonesia yang sah. Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) terlibat perseteruan yang sengit dengan Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI). Akibat perseteruan itu memunculkan dualisme kompetisi yakni Indonesia Premier League (IPL) dan Indonesia Super League (ISL). Hingga hari ini kedua kubu tidak bisa dipersatukan untuk menggelar satu kompetisi sepakbola seperti dalam aturan organisasi sepakbola dunia FIFA.

Akibat lain dari perseteruan tak berujung itu, tim nasional Indonesia harus menyerah 0-2 melawan musuh bebuyutannya Malaysia, dalam pertandingan babak penyisihan piala AFF di Kuala Lumpur. Kekalahan tersebut disebabkan karena kurangnya pemain utama tim nasional Indonesia yang lebih banyak bermain di kompetisi ISL versi KPSI, sementara itu para pemilik / pengurus klub tempat para pemain bernanung tidak mengijinkan pemainnya bergabung dengan timnas. Hal itu menyebabkan PSSI harus mendatangkan pemain naturalisasi agar bisa bermain memperkuat kesebelasan Indonesia.

FIFA sudah memperingatkan para pengurus sepakbola akan sanksi berat yang dapat dijatuhkan kepada Indonesia, yaitu dikeluarkan dari keanggotaan FIFA. Jika sanksi itu benar-benar terjadi maka kerugian besar bagi persepakbolaan Indonesia, karena tim nasional tidak dapat mengikuti pertandingan internasional, demikian juga sebaliknya negara-negara lain tidak akan mengirimkan timnya untuk bertanding di Indonesia. Akibatnya tentu sangat berpengaruh kepada pemain yang menggantungkan hidupnya dari sepakbola profesional. Lalu masihkah  dua kubu itu tetap ngotot berebut kekuasaan dengan segala egoisme mereka?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar